Sejak membuka kran dialog dengan masyarakat, baik melalui twitter, facebook, email, SMS, maupun telepon langsung, Bea Cukai Kudus banyak menerima masukan, kritik, maupun saran. Salah satu yang menggelitik di awal tahun 2012 kemarin adalah “sudahkah Bea Cukai Kudus berterima kasih kepada buruh rokok atas kebanggaan tercapainya penerimaan cukai tahun 2012 yang menembus angka 20 triliun rupiah?”
Dalam keterangan lebih lanjut, sang pemberi masukan menyebutkan karena cukai dihitung pada setiap batang rokok, maka tangan pertama yang berjasa pada angka 20 triliun tadi adalah yang membuat satu batang rokok itu, yaitu buruh rokok. Karena uang cukai yang masuk negara pada akhirnya digunakan dalam APBN sebagai dana pembangunan, seperti membangun jalan atau bantuan pendidikan, maka sejatinya buruh rokok tadi adalah pahlawan-pahlawan pembangunan di negara ini.
Berlebihan kah?
Tercapainya penerimaan cukai hingga di atas 20 triliun rupiah memang kali pertama dalam sejarah Bea Cukai Kudus. Dibandingkan dengan tahun 2007 yang ‘hanya’ 10 triliun, penerimaan tahun 2012 kemarin meningkat sudah 100% sendiri. Tentu keberhasilan ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak. Kami tidak ingin mengklaim bahwa keberhasilan ini karena pelayanan kami yang prima dan bersertifikat ISO, atau pegawai yang bebas KKN. Itu adalah sekedar upaya kami sebagai alat negara dalam memfasilitasi masyarakat untuk mencapai kesejahteraannya. Dan silakan Anda tegur jika upaya kami tidak berkorelasi positif terhadap amanat tujuan bernegara yang kebetulan dititipkan kepada Bea Cukai Kudus.
Kontributor langsung dan jelas atas angka 20 triliun tersebut adalah para pengusaha rokok mitra kerja Bea Cukai Kudus. Karena kepatuhan mereka terhadap peraturan perundang-undangan lah, angka 20 triliun tadi jadi terkumpul. Bisa saja seorang buruh membuat beribu-ribu batang rokok, namun jika sang pengusaha yang mempekerjakannya tidak patuh kepada negara, maka potensi cukai yang melekat di setiap batang rokok tadi akan lenyap begitu saja. Dan secara tidak langsung mereka tidak jadi berjasa bagi pembangunan.
Tapi bisa juga jika warga masyarakat Kudus dan sekitarnya menolak menjadi buruh rokok, maka angka 20 triliun tadi juga tidak akan tercapai. Bisa saja sih buruh didatangkan jauh dari luar daerah, tapi tentu tidak efisien. Ujung-ujungnya hanya menambah beban perusahaan dan potensi 20 triliun tadi bisa menyusut karenanya. Dan dana pembangunan juga akan berkurang.
Maka, atas masukan berharga tadi, kiranya memang tidak perlu dianalisis dalam-dalam. Melalui surat kabar ini, Bea Cukai Kudus mengucapkan terima kasih kepada masyarakat Kudus dan sekitarnya yang telah menunaikan tugas sebagai tenaga pembuat rokok, atas kontribusinya menambah pundi-pundi dana pembangunan negara. Tidak lupa tentu terima kasih juga kami ucapkan kepada para pengusaha yang menaungi mereka semua. Terlebih atas kepatuhan Anda kepada peraturan perundang-undangan di bidang cukai. Jika Anda adalah pekerja di industri rokok, atau mungkin istri, tetangga, kerabat, atau teman-teman Anda yang bekerja di sana, sampaikan perasaan kami, “Terima kasih.”
Artikel ini pernah dimuat dalam Kolom Cukai pada sebuah surat kabar lokal Jawa Tengah.