Dagelan itu lelucon. Sesuatu yang membuat kita terpingkal saat mengetahuinya. Bisa karena meleset dari yang seharusnya (yang ini disebut plesetan), bisa karena salah kaprah yang terlanjur dianggap benar (yang ini disebut ironi). Baik plesetan yang dibuat-buat maupun ironi yang sulit ditafsirkan, kita cenderung menyukainya. Suka menonton, ya suka melakukan.

Konon negeri kita disesaki dagelan. Ada yang bilang negeri yang alangkah lucu. Ada yang bilang bangsa yang sakit. Tapi baik yang lucu (mewakili dagelan jenis plesetan) maupun yang sakit (mewakili dagelan jenis ironi), keduanya hanya berputar-putar. Tidak jelas juntrungan dan ujung pangkalnya. Kental dominasi keluh kesah dan caci maki. Jelas tidak menyelesaikan masalah. Di sini dagelan pun melahirkan dagelan baru. Begitu seterusnya.

Kemudian gagasan. Saya yakin Anda setuju dengan pernyataan bahwa gagasan lah yang membentuk sejarah. Gagasan manusia terbang melahirkan pesawat. Gagasan kemudahan berkomunikasi melahirkan telepon. Gagasan persatuan melahirkan Indonesia. Bahkan kita pun lahir atas gagasan orang tua kita. Singkatnya, gagasan muncul untuk mencapai tujuan, mimpi, visi, atau sejenisnya. Jika Anda menginginkan karier yang sukses, kekayaan, penghargaan, atau kebahagiaan, Anda perlu gagasan untuk membuatnya terwujud.

Pertanyaannya adalah bagaimana mengubah dagelan kontraproduktif menjadi satu atau lebih gagasan yang berguna. Ini adalah tentang cara bagaimana mendapatkan lilin dan korek api di tengah kegelapan di sekitar Anda. Bisa?