Dana perimbangan memakan porsi sekitar 60 persen dari total anggaran belanja pemerintah daerah pada negara-negara berkembang. Dana perimbangan ini menciptakan insentif dan mekanisme akuntabilitas yang memengaruhi manajemen fiskal, efisiensi, dan pemerataan layanan publik sebagai bentuk pertanggung jawaban pemerintah terhadap warga negaranya.

Dana perimbangan dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok besar: (1) untuk tujuan umum dan (2) untuk tujuan spesifik. Dana perimbangan dengan tujuan umum adalah dana transfer yang digunakan untuk pengeluaran yang bersifat umum, tidak spesifik ke belanja tertentu. Sementara itu, dana perimbangan dengan tujuan spesifik adalah dana transfer yang digunakan untuk pengeluaran yang bersifat spesifik (earmarked) ke pos belanja tertentu, bukan untuk belanja umum.

Dana perimbangan dengan tujuan umum disediakan seagai dukungan APBD secara umum, tanpa ada ikatan tertentu. Transfer jenis ini biasanya diamanatkan oleh undang-undang, tetapi juga bisa bersifat sementara atau diskresional. Di Eropa misalnya, transfer jenis ini sebisa mungkin digunakan untuk membantu pemerintah daerah, dan bukannya untuk membiayai proyek-proyek tertentu.

Transfer jenis ini dapat pula berbentuk transfer blok, yakni dana perimbangan yang digunakan untuk pos belanja umum namun untuk blok area tertentu (misalnya sektor pendidikan), sambil memungkinkan juga untuk digunakan di pos belanja lainnya. Konsep transfer blok ini menjadi samar karena tidak benar-benar dialokasikan untuk tujuan umum (ditentukan bebas oleh pemerintah daerahnya), namun harus di pos tertentu, meski tidak seketat transfer dengan tujuan spesifik pos belanja proyek tertentu sebagaimana dana perimbangan dengan tujuan tertentu (earmarked).

Sementara itu, dana perimbangan dengan tujuan tertentu adalah transfer yang digunakan untuk tujuan spesifik atau bersyarat, bukan untuk tujuan alokasi belanja umum. Transfer jenis ini dimaksudkan untuk memberikan insentif kepada pemerintah daerah untuk melaksanakan program atau kegiatan tertentu. Bukan sektor tertentu sebagaimana transfer blok. Dana perimbangan dengan tujuan tertentu ini dapat bersifat reguler maupun sementara. Transfer jenis ini ada yang berbasis input, ada yang berbasis output. Persyaratan berbasis output artinya dana transfer ini harus digunakan dalam pos-pos belanja tertentu, baik belanja modal maupun belanja operasional. Sementara persyaratan berbasis output artinya dana transfer ini harus digunakan untuk pencapaian hasil dari layanan tertentu. Persyaratan berbasis input seringkali tidak produktif, karena tidak mengaitkan transfer dana ini ke dalam hubungannya akan pencapaian tujuan, sekaligus membatasi otonomi pemerintah daerah sebagai penerima. Sedangkan persyaratan berbasis output lebih memudahkan bagi pemerintah pusat selaku pemberi dana dalam memastikan pencapaian tujuannya, sekaligus tetap memelihara otonomi dari pemerintah daerah selaku penerima transfer.

Dari jenis persyaratannya, dana perimbangan dengan tujuan spesifik ini terbagi dua: matching dan nonmatching. Untuk persyaratan matching artinya pemberi dana mensyaratkan persentase dengan besaran tertentu dari penerima untuk menggunakan sumber dayanya sendiri dalam melaksanakan belanja atas program yang diberikan transfer itu. Sebagian dari dana perimbangan, sebagian dari dana pemerintah daerah itu sendiri. Persyaratan matching ini ada yang bersifat terbuka, ada yang tertutup. Persyaratan yang bersifat terbuka artinya dana yang diberikan disesuaikan dengan berapapun dana mandiri yang tersedia oleh penerima, Sedangkan persyaratan yang bersifat tertutup artinya dana diberikan sesuai jumlah yang telah ditatpkan sebelumnya, tanpa melihat kemampuan pendanaan mandiri dari penerima. Tentu persyaratan matching ini mendorong pengawasan yang lebih besar atas pelaksanaan program yang dibiayai. Namun menjadi beban tersendiri bagi pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal yang terbatas.

Sementara itu, dana perimbangan yang nonmatching merupakan dana perimbangan dengan tujuan tertentu yang tidak mensyaratkan adanya penyesuaian dana mandiri dari pemerintah daerah untuk melaksanakan program yang dibiayai tersebut. Sepanjang dana transfer itu digunakan untuk tujuan spesifik yang telah ditentukan. Transfer nonmatching ini efektif untuk membiayai program yang menurut pemerintah pusat dianggap prioritas (misalnya program subsidi tertentu), sementara dianggap tidak prioritas oleh pemerintah daerah.

Alasan ekonomi di balik transfer berbasis output atau yang disebut juga transfer berbasis kinerja berasal dari penekanan pada manajemen berbasis kontrak kinerja dalam kerangka New Public Management. Alasan lainnya adalah transfer berbasis output ini akan memperkuat permintaan akan barang/jasa publik dengan jalan menurunkan biaya transaksi bagi warga negara dalam memperoleh barang/jasa tersebut melalui perubahan paradigma dari penunjukkan permanen ke kontraktual, sehingga pembiayaan layanan publik akan kompetitif baik disediakan oleh pemerintah maupun swasta.

Pendekatan ekonomi kelembagaan baru berpendapat bahwa tata kelola pemerintahan yang gagal (disfungsi) dihasilkan dari perilaku oportunistik yang dilakukan oleh pejabat publik. Warga negara tidak diberdayakan untuk meminta tanggung jawab pejabat publim yang teah menyalahgunakan kedudukannya. Seharusnya, warga negara berlaku sebagai prinsipal dengan pejabat publik sebagai agennya.

Transfer berbasis output menghubungkan pembiayaan dari dana perimbangan dengan kinerja pemberian layanan. Agar tujuan tercapai, manajer publik di pemerintah daerah akan memeriksa rangkaian proses input hingga output apakah telah memberikan hasil yang diinginkan atau belum. Untuk melaksanakan hal tersebut, manajer publik perlu memantau: (1) kegiatan dan input program, termasuk input antara; (2) output, baik kuantitas maupun kualitas barang/jasa publik yang dihasilkan; (3) hasil yakni akibat bagi warga negara dari layanan publik tersebut; (4) dampak yakni konsekuensi jangka panjang dari penyediaan layanan publik tersebut; dan (5) jangkauan yakni orang-orang yang diuntungkan atau dirugikan oleh program tersebut. Dengan adanya fokus manajerial semacam ini, akan memperkuat kepemilikan bersamad dan akuntabilitas dalam mencapai tujuan bersama dengan mengutamakan Trust antara pemerintah sebagai penyedia layanan dengan warga sebagai penerima layanan (dalam konteks principal dan agent di atas). Dengan demikian, pelaporan internal maupun eksternal bergeser dari berfokus ke input menjadi fokus ke output, jangkauan, dan hasil, khususnya output yang berhubungan langsung terhadap hasil. Penetapan tujuan bersama dan pelaporan ini membantu memastikan kepuasan warga negara secara berkelanjutan sambil membangun kemitraan dan kepemilikan ke dalam program/proyek. Paradigma manajemen berbasis hasil semacam ini terdiri dari elemen-elemen umum sebagai berikut:

  1. Kontrak atau perjanjian program kerja berdasarkan output, target kinerja, dan alokasi anggaran
  2. Penggantian pekerjaan permanen dengan kontraktual
  3. Fleksibilitas manajerial tetapi tetap akuntabel terhadap hasil
  4. Redefinisi peran sektor publik sebagai penyedia layanan publik
  5. Adopsi prinsip subsidiaritas, yakni keputusan sektor publik dihasilkan oleh tingkat pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat
  6. Insentif untuk efisiensi biaya
  7. Insentif untuk transparansi dan layanan publik yang kompetitif
  8. Akuntabilitas terhadap wajib pajak

Desain Transfer Fiskal (Dana Perimbangan):

  1. Kejelasan tujuan pemberian dana
  2. Otonomi pemerintah daerah sebagai penerima
  3. Kecukupan penerimaan pemerintah daerah untuk dapat memenuhi persyaratan pelaksanaan program yang disubsidi
  4. Fleksibilitas program terhadap kemungkinan perubahan tidak terduga atas situasi fiskal pemerintah daerah
  5. Keadilan antara pemberian dana dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah
  6. Dapat diprediksi, terutama akan kemungkinan pembiayaan program dalam tahun-tahun yang akan datang
  7. Transparansi
  8. Efisiensi
  9. Kesederhanaan
  10. Menyediakan insentif
  11. Manfaat
  12. Perlindungan terhadap tujuan pemberian dana
  13. Keterjangkauan dana terhadap keterbatasan anggaran pemerintah pusat
  14. Fokus tunggal
  15. Akuntabilitas terhadap hasil

Elemen di atas mungkin ada yang bertentangan satu dengan lainnya. Untuk itu, pemberi dana (pemerintah pusat) harus mampu menyeleksi berbagai faktor tersebut sebelum menentukan desain transfer yang dipilih.

Dana perimbangan memiliki peran sebagai alat koreksi untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan fiskal vertikal. Dalam bahasan desentralisasi fiskal, dikenal adanya kesenjangan fiskal vertikal yang seringkali tertukar dengan istilah ketidakseimbangan fiskal vertikal. Kesenjangan fiskal vertikal didefinisikan sebagai defisiensi (kekurangan) penerimaan yang muncul dari ketidaksesuaian antara cara untuk mengumpulkan penerimaan dengan kebutuhan pengeluaran. Ketidakseimbangan fiskal vertikal terjadi ketika kesenjangan fiskal vertikal tidak tertangani dengan baik melalui berbagai cara termasuk transfer fiskal, dan lainnya. Kesenjangan fiskal ini terjadi karena: (a) pembagian tanggung jawab yang tidak tepat; (b) sentralisasi kekuasaan pemajakan; (c) kompetisi pengumpulan pajak yang tidak sehat antar pemerintah daerah; dan (d) kurangnya ruang pajak di tingkat daerah karena besarnya beban pajak pusat.

Dana perimbangan juga berfungsi untuk mencegah terjadinya perpecahan politik akibat fiskal yang diakibatkan oleh besarnya disparitas fiskal antar daerah. Ancaman ini cukup nyata, mengingat sejak tahun 1975 hingga tulisan ini dibuat, telah muncul sekitar 40 negara baru akibat perpecahan politik. Pemerataan fiskal dapat mengurangi risiko ancaman tersebut dengan menciptakan rasa partisipasi politik.

Selanjutnya untuk mendesain kebijakan dana perimbangan yang baik, pemerintah harus mampu mengukur kapasitas fiskal dan juga kebutuhan pengeluaran yang cermat, dari setiap daerah di wilayahnya, agar tercipta kebijakan dana perimbangan yang adil dan bermanfaat. Pengukuran kapasitas fiskal dapat dilakukan melalui pendekatan sistem pajak representatif, sementara pengukuran kebutuhan belanja dapat dilakukan melalui pendekatan: (a) penentuan sementara dari kebutuhan pengeluaran; (b) sistem pengeluaran representatif dengan pendekatan direct imputation methods; dan (c) sistem pengeluaran representatif berdasarkan teori.

Pelajaran negatif yang harus dihindari dalam membuat kebijakan dana perimbangan:

  1. Transfer dengan tujuan yang tidak jelas
  2. Revenue-sharing yang tidak efisien
  3. Transfer untuk menutup defisit keuangan daerah
  4. Transfer tanpa syarat namun mengandung insentif upaya fiskal
  5. Program hibah bersyarat yang melemahkan otonomi daerah, fleksibilitas, efisiensi fiskal, dan tujuan pemerataan fiskal
  6. Transfer belanja modal tanpa jaminan dana di masa depan
  7. Hibah yang dinegosiasikan
  8. Hibah yang diberikan dalam satu ukuran yang sama ke semua daerah
  9. Hibah yang melibatkan perubahan mendadak dalam alokasinya

Pelajaran positif yang dapat ditiru dalam membuat kebijakan dana perimbangan:

  1. Tetap sederhana
  2. Berfokus ke satu tujuan
  3. Menerapkan batas atas yang terhubung dengan kondisi makro agar hibah stabil
  4. Menerapkan klausul akhir yang jelas
  5. Menyamakan kapasitas fiskal per kapita dengan standar tertentu untuk mencapai pemerataan fiskal
  6. Mensyaratkan pada output atau kualitas layanan yang dihasilkan daripada input
  7. Mempertimbangkan ukuran populasi, area, dan kebiasaan setempat
  8. Menetapkan ketentuan yang aman
  9. Memastikan semua pemangku kepentingan didengar aspirasinya.

Tulisan ini disarikan dari Practicioner’s Guide to Intergovernmental Fiscal Transfers yang ditulis oleh Anwar Shah.

Ilustrasi: decentralization.net