Mengingat kata keluarga, terbayang sebuah ikatan persaudaraan tanpa pamrih. Hubungan yang terjalin tidaklah bersifat transaksional, memandori, apalagi manipulatif. Memberi, melayani, dan menyayangi menjadi corak utamanya. Kesempurnaan sebuah keluarga adalah ketika ikatan itu dijaga dan dipelihara bersama.
Munculnya sebuah keluarga idealnya diawali dari sebuah mimpi. Akademisi menyebutnya visi. Yang merupakan gambar mental akan kondisi di masa depan. Untuk mencapai mimpi itu, keluarga mengembankan amanat-amanat kepada anggotanya. Seperti bayangan, di setiap amanat diikuti oleh tanggung jawab.
Pertanggungjawaban adalah kewajiban logis dari amanat yang sudah bersedia kita terima. Berapapun kapasitas yang dimiliki, saat amanat itu kita terima, dia tidak lagi memandang bulu. Ibarat helikopter, tinggal mendarat, tidak peduli di helipad atau gang senggol. Excuse, menyalahkan keadaan, atau jatuh cinta kepada kambing hitam bukanlah jalan ksatria untuk menggelar pertanggungjawaban. Saya, Anda, sahabat semua, tahu itu.
Nyawa dalam memikul amanat adalah integritas. Banyak orang yang menyukai kata itu. Manis, megah, syahdu. Tapi sedikit saja yang memahami maknanya. Integritas adalah kesatuan kata dengan tindakan. Tidak lebih. Jika berkata x dia akan bertindak x. Hanya itu. Satu yang pasti, integritas tidak melekat secara komunal. Integritas melekati individu-individu. Sebagai parasit atau rekan simbiosis mutualistik. Meski komunitas dapat dipengaruhi juga oleh integritas anggotanya.
Kembali ke keluarga. Dinamika kehidupan keluarga acap kali menciptakan silang sengkarut. Sebagian orang menyebutnya warna-warni atau asam garam kehidupan. Komunikasi memegang peran besar. Ranah, etika, kedudukan, menjadi bentuk formal ladang tingkah polah komunikasi. Mendengar dan menghormati menjadi tabu. Hanya skala instalasi mentalitas yang tercium: kami lebih dari mereka.
Kita juga masih cenderung tinggal di atap langit. Sehingga rakyat bumi tampak begitu jauh. Saat kita ingin menginspirasi mereka. Mereka bilang itu hanya kerlap-kerlip bintang saja. Saat kita berbicara, mereka bilang itu angin lalu. Saat kita mengajak, mereka anggap itu perintah. Kita mengira melayani mereka, padahal mereka dibuat mati kutu oleh kita.
Rahasia terbesar yang sulit dipercaya oleh kita adalah: selalu ada cara lain yang lebih baik untuk melakukan semuanya. Namun kita mengidolakan belenggu. Kita suka terpenjara tradisi, keharusan, dan ritual birokratis yang kaku. Inovasi itu menyalahi pakem. Inisiatif itu riskan. Defisit itu dimaklumkan.
Kita tinggal di kampus, tapi enggan mengeksplorasi konsep baru. Kita sangat dekat dengan sumber ilmu pengetahuan, tapi resisten terhadap perubahan. Kita dihadapkan pada peluang menciptakan pengalaman, tapi malah sibuk mencari-cari padanan. Kita tahu kita di mana, tapi kita tidak tahu harus bagaimana.
Sahabat Keluarga Mahasiswa STAN, izinkan saya melanjutkan di sini..
Dalam keluarga kita, BLM bisa disebut saudara sulung. Membawahi semua elemen kampus. Memegang semua simpul regulasi. Bahkan bisa menginisiasi pembubaran KM STAN. Kelihatannya sangar, dahsyat, dan hebat. Tapi selalu ada tanggung jawab yang juga besar di balik kekuasaan yang besar. BLM bertanggung jawab dalam menjaga keharmonisan KM STAN, meng-generate KM STAN agar bermanfaat bagi mahasiswa, memastikan tidak ada penyelewengan dalam manajemen KM STAN, dan lainnya. Tanpa memberi nilai tambah untuk KM STAN, di situlah BLM semestinya angkat kaki.
BLM memang mengawasi, tapi tidak ingin membatasi. Kami tidak menghunuskan pedang, apalagi menyiapkan artileri. Kami juga bukan mandor yang mondar-mandir dengan telunjuk usangnya. Meski kami di atas, kami ingin mengendap. Kami ingin menepuk bahu dari samping, bukan menekan-nekan jidat kepala. Awalnya saya ingin menancapkan visi bagi KM STAN. Tapi visi itu roboh sebelum waktunya. Saya ingin mengusung perubahan, tapi lalu ramai-ramai dipertanyakan. Semangat man jadda wa jada bahkan terhenyak oleh air mata. Lalu saya mengalir sesuai standar rata-rata. Tapi di situlah letak kekeliruan terbesar saya.
Namun saya bersyukur masih diberi sedikit kesadaran di ujung periode. Keluputan tersebut BLM tuangkan dalam Ketetapan tentang Rekomendasi, semata-mata agar apa yang luput oleh saya dan mungkin juga oleh anggota BLM yang lain, tidak lagi terjadi di masa yang akan datang.
Kita semua tahu kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Maka benar kata orang tua, tidak ada kegagalan di dunia ini, yang ada hanyalah umpan balik. Dan memanfaatkan umpan balik itu seperti menyamakan ukuran kertas.
Tulisan ini merupakan Pernyataan Pertanggungjawaban saya sebagai Ketua BLM STAN yang dibacakan pada tanggal 25 Juni 2011.